[Pernikahan] Ketika Aku Mengetahui, Suamiku Berbagi Cinta

Aku tertegun saat suamiku berucap akan mengenalkan istri barunya. Antara percaya dan tak percaya. Ternyata suamiku telah menikah lagi beberapa pekan yg lalu. Seorang madu telah suamiku hadirkan. Seorang wanita yg usianya lebih tua sedikit di atasku.
Jujur, awalnya aku merasa biasa. Taqdir telah bicara. Tak ada luka apalagi sakit. Perasaanku tak berubah sedikitpun. Secara kok beda banget dgn kebanyakan wanita, yg biasanya langsung berlinang air mata. Aku hanya ingin sangat berhati-hati menyikapi semua ini. Agar tak sampai terpeleset dlm ujian sensitif bagi wanita seshalih apapun ia.

Ketika Aku Mengetahui, Suamiku Berbagi Cinta
Foto Hanya Ilustrasi ustadz Arifin Ilham


Tapi perlahan tapi pasti, ada sesuatu yg menyeruak dlm dadaku. Inikah rasa yg begitu sulit untk digambarkan dlm kata. Entahlah, yg aku tahu suami yg amat aku cintai telah membagi cinta dan segalanya.
Terkesima, untk sesaat aku terkenang kisah istri-istri nabi saat sang rasul menghadirkan madu baru dlm biduk rumah tangga beliau. Adalah Aisyah yg cemburu saat Juwairiyah menemui sang kekasih dan kemudian rasulullah nikahi. Pun saat Aisyah cemburu ketika selepas safar rasul membawa istri baru Shafiyah yg jelita. Juga cemburunya Hafsyah terhadap Mariatul Al-Qibtiyah yg cantik rupawan. Tapi mereka tetap mengucapkan selamat dan menyampaikan doa atas pernikahan suami, sang rasul pilihan.
Ya Robb, istri rasulullah saja cemburu saat hadir madu baru, bagaimana mungkin aku tidak? Sementara aku adlh wanita yg amat biasa. Tak seujung kuku dibandingkan istri nabi. Tapi hingga detik ini, cemburuku memang bukan cemburu biasa. Apalagi pd seseorang yg aku pun sama sekali tak mengenalnya. Karena sampai saat ini, aku belum bisa cemburu dgn madu, siapa pun ia. Hanya bidadari yg betul-betul membuatku cemburu, makhluk langit yg akan mengejekku saat aku marah dgn suami.
Tiba-tiba semua memori tentang poligami mereka yg biasa curhat denganku berloncatan keluar. Aah, hampir semua meneteskan airmata dan luka. Hampir semua merasakan kekecewaan yg mendalam terhadap sang suami. Tak banyak yg mau bertahan dan justru memilih jalan kesendirian dlm menyikapinya. Teringat pula aku dgn kisah istri Aa Gym yg kemudian pernah minta cerai saat sang Ustadz menikah lagi. Baru aku tahu, mungkin inilah rasanya. Sakit dan kemudian serasa ada yg hilang.
Aku hampa dlm rasa. Entahlah, semua terjadi begitu cepat dan tiba-tiba. Poligami ternyata punya rasa yg amat berbeda dari sisi mana posisiku berada. Sebagai yg terlebih dahulu dinikahi / yg kemudian. Di awal-awal poligami, tak ada sejarahnya bila yg tak suka / cemburu adlh yg terkemudian dinikahi. Gak wajar malah. Pasti yg terdahulu yg cemburu. Aisyah yg cemburu saat rasul menikahi Shafiyah, bukan sebaliknya.
Kini setelah suamiku menikah lagi, ni menjadi ujianku. Terngiang kembali bayangan saat aku mengisi sebuah kajian. Kala aku bercerita tentang pemuda miskin, yg atas perintah rasul disuruh menikah. Menikah membuka pintu rezeki, begitu sabda beliau. Maka menikahlah sang pemuda, tapi bukannya jadi kaya tapi justru tambah miskin. Lalu datanglah sang pemuda menghadap rasul untk minta solusi. Rasul pun menyuruh untk menikah lagi. Meski bingung, sang pemuda tetap mematuhi perintah nabi junjungan. Tapi setelah itu, kemiskinan sang pemuda semakin bertambah. Menghadap lagi ia pd baginda rasul. Dan lagi-lagi rasul menyuruh sang pemuda menikah lagi. Saat kemiskinan semakin membelit dgn tiga orang istri, sang pemuda komplain kepada nabinya. Lagi-lagi rasul memberi solusi untk menikah lagi, hingga genaplah istrinya empat orang, memenuhi quota maksimal yg diberikan. Setelah itu perubahan besar terjadi, istri keempat ternyata memiliki ilmu ketrampilan baru yg bisa ditularkan ke semua istri. Jadilah si pemuda orang kaya yg sukses berbisnis dan berpoligami.
Ya Allah, Sesungguhnya bibir ni pernah berucap ridha dan menerima poligami sebagai syariat-Mu. Tapi mendadak semua lupa, seolah tak pernah ada. Sesungguhnya pelajaran tentang poligami telah begitu nyata di hadapan mata. Tentang sahabat, saudara yg jg hidup berpoligami. Dan mereka yg memilih jalan itu baik-baik saja, selama berpijak pd aturan-Nya, tak ada masalah yg tak mampu untk diselesaikan. Tapi goresan luka, telah melepas sendi kesadaran saat berpijak. Duhai hati, kemana engkau membalik? Kemana jiwa yg tenang pergi?
Malam itu, aku terlelap dgn tanpa sadar berucap segala dzikir dan doa. Entah apa saja yg aku ucapkan. Aku hanya ingin selamat dari pusaran rasa yg tak kunjung bertepi. Ingin rasanya menangis, tapi tetap tak bisa. Padahal airmata lah yg biasa melapangkan hati, membersihkan pikiran dan penyakit kotor.
Esoknya…
Aku benar-benar kecewa dgn suamiku. Bisikan setan mulai menyelinap di telingaku. Benar-benar kacau. Tak boleh aku biarkan. Tapi sebal dan dongkol malah mulai bermunculan dan tak mau pergi, rasanya masih begitu sulit untk berbagi suami dgn pendatang baru.
Ini yg akhirnya membuatku amat geregetan. Di satu sisi aku dongkol dgn suami, tapi di sisi lain aku gak mau diejek, sama bidadari pula. Oh my God, masa’ hamba tega dgn seorang imam yg amat aku kasihi? Seorang suami yg hadirnya pun sangat aku rindukan, saat giliranku tiba. Seorang pria yg telah menjadi ayah anak-anakku. Duuh, sampai kapan ikhlas hadir, menghilangkan dongkol mikio. Sakitnya tuh di sini, di dlm hatiku (nah loh malah latah ikutan lagu yg tiap hari terdengar di telingaku saat di jalanan). Sakit saat harus sebal dgn suami belahan jiwa. Saat dua rasa beraduk jadi satu antara benci dan cinta. Tubuhku jadi ikut-ikutan sakit, lemes dan menjadi lemah.
Ya Robb, begini amat rasanya saat pujaan hati memiliki istri lagi. Kemana menguapnya kajian ilmu yg sering aku ikuti. Yang antara lain jg tentang poligami. Kemana menjauhnya kalimat-kalimat nasihat, saat beberapa orang sahabatku terluka mendapati suaminya telah poligami. Kemana? Aku hanya ingin segundah apapun hatiku, semua masih dlm rel-Nya. Sungguh aku tak lagi mampu berpikir apa-apa, aku hanya ingin mengandalkan-Mu saja untk menyelesaikan kegalauan hati. Hatiku pun hanya Engkau yg memiliki dan berkuasa membolak-balikkan ke arah yg mungkin tak terduga. Dalam doa di sepertiga malam aku hanya bisa pasrah. Apapun itu segala yg telah terjadi adlh yg terbaik dan atas seizin Allah. Semua peristiwa pasti ada hikmahnya. Demikian jg dlm pernikahanku. Ucapan lembut dan mesra suamiku pun masih menghujani hatiku. Tak ada yg berubah. Sejak menikah lagi, suamiku pun masih tetap romantis. Tak ada yg berubah dgn cinta dan rindunya untukku. Stabilitas politik di antara kami masih pula terjaga. Lalu mengapa aku mesti dongkol? Tak ada alasan.
Kalau memang cinta, seharusnya kebahagiaan suamiku adlh yg utama. Jika memiliki banyak istri akan membawa kebaikan untk suami, ketenangan dan kebahagiaan, serta lebih bisa menjaganya dari fitnah wanita, kenapa harus aku permasalahkan? Kasihannya suamiku, kala dlm safarnya harus sering bertemu wanita-wanita cantik nan seksi mempesona. Wanita yg memang Allah ciptakan penuh keindahan, bertebaran di jalanan tanpa menutup aurat dan menggoda iman pria. Wanita-wanita yg sebagai sesama wanita aku pun kadang mengakui kecantikan dan keindahannya yg luar biasa.
Kalau sudah seperti ni masa iya aku masih tak mengerti. Lagipula kuota suami untk menambah istri lagi memang masih ada. Siapalah aku, Aisyah yg amat rasul sayangi pun punya madu. Madu-madu shalihah yg dinikahi rasul setelah beliau ada delapan orang.
Bukankah madu jg hadiah terindah? Allah menjanjikan syurga bagi istri yg ridha suaminya menikah lagi. Madu shalihah jg bisa menjadi sahabat dan saudara seiman. Punya ikatan dan tujuan yg sama, untk membahagiakan pria yg sama-sama dicintai. Astaghfirullah, mengapa aku mesti larut dlm lautan rasa yg begitu luasnya? Mengapa mesti terpengaruh dgn sebagian besar wanita yg memang alergi dgn poligami?
Wuih, aku bisa tidur tenang setelah ini. Suami hanyalah manusia biasa yg penuh kekurangan, kelemahan dan keterbatasan. Hanya titipan yg sewaktu-waktu bisa Allah ambil kembali. Egepe aja daah. Sepertiga malam sudah menungguku. Di sana aku bisa mengadukan segala isi hati. Bisa menangis kala teringat segala dosa. Bisa kuadukan pula suamiku pd Rabbnya.
Sebelum tidur, aku menelpon maduku. Komunikasi keduaku, setelah sebelumnya saling menelpon untk sedikit berkenalan. Aku tak tau apa-apa tentangnya kecuali sebuah nama panggilan dan status sebelum menikah dgn suamiku. My lovely handsome husband jg gak cerita apa pun tentangnya. Ternyata, sesuai usianya yg di atasku sedikit ia wanita yg memang dewasa dan InsyaAllah shalihah. Setidaknya dari beberapa pertanyaan yg aku ajukan, aku dapati jawaban yg melegakan. Gaya bicaranya sama persis dgn sahabatku yg telah lama tak jumpa. Menggugah kerinduanku pd sebuah masa ketika kuliah dulu.
Meski sama sekali gak mengenalnya, kenalan pun hanya lewat udara, aku merasa ada kecocokan dengannya. Merasa dekat seperti bicara dgn seorang kakak. Rasanya aku jg mulai menyayanginya. What? Entahlah. Gak tahu jg kenapa. Kok berbeda kali ya dgn cerita pengalaman teman-teman yg pd “panas” saat komunikasi pertama dgn sang madu via telpon. Apalagi komunikasi selanjutnya, kalau gak diam penuh kesinisan ya sewot-sewotan.
Esoknya lagi…..
Di sepertiga malam tepat jam 3 pagi aku terbangun. Tidur yg sekejap sudah menyegarkanku. Setelah berwudhu, aku bergegas tahajud. Benar juga, saat ingat mati, segala dosa dan kedzaliman yg pernah aku lakukan, air mataku tak terbendung lagi. Aku jadi lupa kalau mau mengadu badai hati kala suami membagi cintanya.
Subhanallah, tiba-tiba hatiku terasa enteng. Nyaman, dan aku merasa biasa lagi, gak kepikiran lagi dgn pernikahan suami. Kok bisa? Mene ketehe… hehehe… Hatiku plong. Wuih, aku bisa membagi pengalaman dikasih madu tuk teman-teman. Gak sesulit dan sepahit yg mereka kira. Apalagi saat kita yakin, ada kekuatan Allah yg Maha di balik tiap ujian hamba. Ternyata aku gak kalah sama para istrinya eyang subur. Yess!
Selepas subuh, aku baca Alquran. Kitab suci yg sedari kecil sangat menenangkanku saat aku baca. Apa pun masalah yg aku hadapi, setelah membaca Alquran hatiku menjadi tenang. Kadang langsung saat itu juga, kadang beberapa saat kemudian.
Mendadak, tiba-tiba ada angin segar menerpaku. Ada debaran aneh menyelimuti di dadaku. Aku teringat suami dan semua tentangnya. Tatapan matanya yg menggetarkan, ucapannya yg meneduhkan, candaannya yg sering membuatku terpingkal, keromantisannya yg selalu mendatangkan debaran, dekapannya yg menyejukkan dan semuamua tentang suamiku. Memoriku berputar tak terkendali. Semua waktu saat bersama suami terasa begitu indah. Oh my God, aku jadi amat merindukannya. Jiwaku melayang dgn segala rasa yg berloncatan, membuncah tak karuan. Aku baru seperti mengenal suamiku, kala cinta menggoda di pandangan pertama. Help me… rasa ni semakin tak bisa aku kuasai. Aku merasa seperti orang yg sedang jatuh cinta. Seperti awal-awal dulu saat bertemu suami. Hanya ada rindu dan cinta yg menggebu-gebu. Melayang-melayang terbang tinggi rasaku dibuatnya.
Fabbi ayyi allaa irobbikuma tukadzdzibaan.
Bumi Allah, awal November 2014.
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya/dakwatuna

Silakan Copy Artikel yg ada di sini, tapi cantumkan sumbernya /

0 Response to "[Pernikahan] Ketika Aku Mengetahui, Suamiku Berbagi Cinta"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *