Penjelasan Tentang Ghibah (gosip)

jogjacamps.blogspot.com - Nabi Muhammad SAW telah bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
Barang siapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yg baik / diam. (HR. Bukhari dan Muslim)
Gosip (bahasa Arab, ghibah الغيبة; Jawa, ngerasani; Inggris, rumour) adlh membicarakan perilaku orang lain yg umumnya terkait hal-hal yg negatif. Saat ni ghibah menjadi sangat merajalela seiring dgn banyaknya acara gosip di TV yg dikenal dgn jurnalisme infotaintment. Infotainment umumnya memuat dan membahas gosip seputar berita miring selebriti / tokoh-tokoh nasional biasanya terkait dgn pacaran, perselingkuhan, perceraian, operasi kecantikan, dan hal-hal pribadi lainnya. Dalam kehidupan non-selebriti, yakni kehidupan masyarakat, menggosip jg menjadi hal yg disukai terutama di kalangan perempuan walaupun terjadi jg di kalangan kaum lelaki. Muslim ada baiknya mengetahui hukum dari menggosip / ghibah agar kita tak mudah terjatuh pd kebiasaan yg sudah dianggap lumrah.
DEFINISI GHIBAH (GOSIP)
Nabi menjelaskan definisi ghibah dlm sebuah hadits riwayat Muslim sebagai berikut:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)?. Para sahabat menjawab : Allah dan Rasul-Nya yg lebih tahu. Kemudian beliau bersabda : Ghibah adlh engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yg dia benci. Ada yg bertanya. Wahai Rasulullah bagaimana kalau yg kami katakana itu betul-betul ada pd dirinya?. Beliau menjawab : Jika yg kalian katakan itu betul, berarti kalian telah berbuat ghibah. Dan jika apa yg kalian katakan tak betul, berarti kalian telah memfitnah (mengucapkan suatu kedustaan).
Imam Nawawi mendefinisikan makna ghibah sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dlm Fatbul Bari Syarah Bukhari hlm. 10/391 demikian:
وقال النووي في الاذكار تبعا للغزالي ذكر المرء بما يكرهه سواء كان ذلك في بدن الشخص أو دينه أو دنياه أو نفسه أو خلقه أو خلقه أو ماله أو والده أو ولده أو زوجه أو خادمه أو ثوبه أو حركته أو طلاقته أو عبوسته أو غير ذلك مما يتعلق به سواء ذكرته باللفظ أو بالإشارة والرمز
Imam Nawawi berkata dlm kitab Al-Adzkar mengikuti pandangan Al-Ghazali bahwa ghibah adlh menceritakan tentang seseorang dgn sesuatu yg dibencinya baik badannya, agamanya, dirinya (fisik), perilakunya, hartanya, orang tuanya, anaknya, istrinya, pembantunya, raut mukanya yg berseri / masam, / hal lain yg berkaitan dgn penyebutan seseorang baik dgn lafad (verbal), tanda, ataupun isyarat.
DALIL QURAN DAN HADITS TENTANG GHIBAH
Salah satu bentuk kemaksiatan yg banyak dilakukan oleh manusia adlh gemar membicarakan kejelekan orang lain / yg diistilahkan dgn ghibah. Bahkan yg parahnya, terkadang apa yg mereka ghibahkan itu tak ada pd orang yg dighibahi. Padahal dalil-dalil yg menerangkan tentang haramnya ghibah sangatlah tegas dan jelas, baik di dlm Al Qur`anul Karim ataupun di dlm hadits-hadits nabawi.
Firman Allah ta’ala:
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yg sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat). [QS Al Hujurat: 12]
Ibnu Abbas dlm menafsiri ayat di atas menyatakan:
(إنما ضرب الله هذا المثل للغيبه لأن أكل لحم الميت حرام مستقذر و كذا الغيبه حرام فى الدين و قبيح فى النفوس)
Allah membuat perumpamaan ni untk ghibah karena memakan daging bangkai itu haram dan menjijikkan. Begitu jg ghibah itu haram dlm agama dan buruk dlm jiwa. (Lihat Tafsir Al-Qurtubi hlm 16/346).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dlm tafsirnya: Di dalamnya terdapat larangan dari perbuatan ghibah.
As Sa’di rahimahullah berkata di dlm tafsirnya: (Allah) menyerupakan memakan daging (saudara)nya yg telah mati yg sangat dibenci oleh diri dgn perbuatan ghibah terhadapnya. Maka sebagaimana kalian membenci untk memakan dagingnya, khususnya ketika dia telah mati tak bernyawa, maka begitupula hendaknya kalian membenci untk menggibahnya dan memakan dagingnya ketika dia hidup.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
أتدرون ما الغيبة؟ قالوا: الله ورسوله أعلم. قال: ذكرك أخاك بما يكره. قيل: أفرأيت إن كان في أخي ما أقول؟ قال: إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته، وإن لم يكن فيه فقد بهته
Tahukah kalian apa itu ghibah? Para sahabat menjawab: Allah dan rasul-Nya lebih mengetahuinya. Nabi berkata: Engkau membicarakan saudaramu dgn sesuatu yg dia benci. Ada yg bertanya: Bagaimana pendapat anda jika padanya ada apa saya bicarakan? Beliau menjawab: Jika ada padanya apa yg engkau bicarakan maka engkau telah mengghibahnya, dan jika tak ada padanya apa yg engkau bicarakan maka engkau berbuat buhtan terhadapnya. [HR Muslim (2589)]
Hadits di atas menerangkan tentang definisi ghibah. Ghibah adlh membicarakan kejelekan / aib seorang muslim dgn tak secara langsung di hadapannya. Sedangkan buhtan adlh berkata dusta terhadap seseorang di hadapannya mengenai sesuatu yg tak pernah dia lakukan.
Hadits riwayat Ahmad dari Jabir bin Abdullah
كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَارْتَفَعَتْ رِيحُ جِيفَةٍ مُنْتِنَةٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَتَدْرُونَ مَا هَذِهِ الرِّيحُ هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Kami pernah bersama Nabi tiba-tiba tercium bau busuk yg tak mengenakan. Kemudian Rosulullohbersabda, ‘Tahukah kamu, bau apakah ini? Ini adlh bau orang-orang yg mengghibah (menggosip) kaum mu’minin.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha,

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ الْأَقْمَرِ عَنْ أَبِي حُذَيْفَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِي قَصِيرَةً فَقَالَ لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ قَالَتْ وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا فَقَالَ مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا وَأَنَّ لِي كَذَا وَكَذَا
Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ali Ibnul Aqmar dari Abu Hudzaifah dari 'Aisyah ia berkata; aku berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
, "cukuplah Shafiah bagimu seperti ni dan seperti ini- maksudnya pendek-." Beliau lalu bersabda: "Sungguh engkau telah mengatakan suatu kalimat, sekiranya itu dicampur dgn air laut maka ia akan dpt menjadikannya berubah tawar." 'Aisyah berkata, "Aku jg pernah mencerikan orang lain kepada beliau, tetapi beliau balik berkata, "Aku tak menceritakan perihal orang lain meskipun aku beri begini dan begini." HR Abu Dawud

Imam An Nawawi rahimahullah berkata: Hadits ni merupakan larangan yg paling tegas dari perbuatan ghibah.
Mengingat sudah sangat jelasnya ditegaskan tentang larangan ghibah / menggunjing / menggosipkan orang lain, maka seorang mukmin seharusnya menghindarkan diri dari membicarakan keburukan orang lain. Karena sesungguhnya siksa yg dipersiapkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala terhadap siapa saja yg suka membicarakan keburukan orang lain sangatlah keras dan pedih.
Mengenai siksa yg sangat keras dan pedih bagi para pengghibah / penggunjing / penggosip disebutkan oleh Rasullulah shalalahu ‘alaih wasallam dlm hadits yg diriwayatkan oleh Abu Daud (no.4235 ) :

حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُصَفَّى حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ وَأَبُو الْمُغِيرَةِ قَالَا حَدَّثَنَا صَفْوَانُ قَالَ حَدَّثَنِي رَاشِدُ بْنُ سَعْدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ قَالَ أَبُو دَاوُد حَدَّثَنَاه يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ عَنْ بَقِيَّةَ لَيْسَ فِيهِ أَنَسٌ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ أَبِي عِيسَى السَّيْلَحِينِيُّ عَنْ أَبِي الْمُغِيرَةِ كَمَا قَالَ ابْنُ الْمُصَ
Telah menceritakan kepada kami Ibnul Mushaffa berkata, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah dan Abul Mughirah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Shafwan ia berkata; telah menceritakan kepadaku Rasyid bin Sa'd dan 'Abdurrahman bin Jubair dari Anas bin Malik ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ketika aku dinaikkan ke langit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yg kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, "Wahai Jibril, siapa mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka itu adlh orang-orang yg memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka." Abu Dawud berkata, " Yahya bin Utsman menceritakannya kepada kami dari Baqiyyah, tetapi tak disebutkan di dalamnya nama Anas. Telah menceritakan kepada kami Isa bin Abu Isa As Sailahini dari Al Mughirah sebagaimana yg dikatakan oleh Ibnul Mushaffa. [HR Abu Daud (4878). Hadits shahih.]

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم. كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه
Cukuplah kejelekan bagi seseorang dgn meremehkan saudara muslimnya. Setiap muslim haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim yg lain. [HR Muslim (2564)]
Hadits di atas menerangkan larangan untk menumpahkan darah, mengambil harta, dan menodai kehormatan sesama muslim. Dan perbuatan ghibah adlh salah satu bentuk pelecehan terhadap kehormatan seorang muslim yg tak dibenarkan di dlm Islam.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لما عرج بي، مررت بقوم لهم أظفار من نحاس يخمشون وجوههم وصدورهم. فقلت: من هؤلاء يا جبريل؟ قال: هؤلاء الذين يأكلون لحوم الناس ويقعون في أعراضهم
Ketika saya dimi’rajkan, saya melewati suatu kaum yg memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya: Siapakah mereka ni wahai Jibril? Jibril menjawab: Mereka adlh orang-orang yg memakan daging manusia (ghibah) dan melecehkan kehormatan mereka. [HR Abu Daud (4878). Hadits shahih.]
Hadits ni menerangkan bentuk hukuman yg dialami oleh orang-orang yg gemar membicarakan kejelekan dan menjatuhkan kehormatan orang lain.
عَنْ جَابِرٍ وَاَبِى سَعِيْدٍ قَالاَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِيَاكُمْ وَالْغِيْبَةَ فَاِنَّ الْغِيْبَةَ اَشَدُّ مِنَ الزِّنَا قِيْلَ لَهُ كَيْفَ قَالَ اِنَّ الرَّجُلَ يَزْنِى وَيَتُوبُ اللهُ عَلَيْهِ وَاِنَّ صَاحِبَ الغِيْبَةِ لاَيَغْفِرُ لَهُ حَتَّى يَغْفِرَ لَهُ صَاحِبَهُ (اخرجه البيهقى والطبرنى وابوالشيخ وابن ابى الدنيا) Dari Jabir dan Abu Sa'id mereka berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda: Jauhilah olehmu sifat ghibah karena ghibah itu lebih besar dosanya dari pd zina. Ditanyakan kepada Rasul "bagaimana bisa?" Rasulullah menjawab: seorang laki-laki berzina kemudian bertaubat Allah akan mengampuni kepadanya dan orang yg mempunyai sifat ghibah Allah tak akan mengampuninya sehingga temannya mau mengampuninya. (HR Baihaqi, Thabrani, Abu Syaikh, Abiddunya)
Jadi dosa ghibah tak akan diampuni oleh Allah sebelum orang lain (kena ghibah) mau mengampuninya. Dosa kepada Allah mudah untk minta ampun. Sedangkan dosa terhadap orang lain Allah belum mau mengampuni jika belum meminta maaf kepada orang yg bersangkutan.

Dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, bahwa beliau Shallallahu’ alaihi wasallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانَهِ وَلَمْ يَفْضِ الإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا المُسْلِمِيْنَ وَلاَ تُعَيِّرُوا وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبَعِ اللهُ يَفْضَحْهُ لَهُ وَلَو في جَوْفِ رَحْلِهِ
Wahai sekalian orang yg beriman dgn lisannya yg belum sampai ke dlm hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari aibnya. Barang siapa yg mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya Allah akan mencari aibnya. Barang siapa yg Allah mencari aibnya niscaya Allah akan menyingkapnya walaupun di dlm rumahnya. (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
DALIL BOLEHNYA GHIBAH
- QS An Nisa 4:148
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Allah tak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dgn terus terang kecuali oleh orang yg dianiaya. Allah adlh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dalam hadits dijelaskan oleh Rasulullah SAW mengenai beberapa keadaan di mana seseorang dihalalkan untk berdusta, berdasarkan hadits berikut:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِي الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ (رواه الترمذى)
Dari Asma’ binti Yazid RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Dusta tak diperkenankan melainkan dlm tiga hal; seorang suami berbicara kepada istrinya agar istrinya (lebih mencintainya), dusta dlm peperangan dan dusta untk mendamaikan di antara manusia (yang sedang bertikai) (HR. Turmudzi)
Hadits riwayat Muslim
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ.
Hadits riwayat Ibnu Hibban dan Baihaqi
اذكروا الفاسق بما فيه، يحذره الناس
Ceritakan tentang pendosa apa adanya supaya orang lain menjadi takut.
Hadits riwayat Muslim
كل أمتي معافى إلا المجاهرون
Setiap umatku akan dimaafkan kecuali para mujahir. Mujahir adlh orang-orang yg menampakkan perilaku dosanya untk diketahui umum
Hadits riwayat Baihaqi
من ألقى جلباب الحياء فلا غيبة له
Barangsiapa yg tak punya rasa malu (untuk berbuat dosa), maka tak ada ghibah (yang dilarang) baginya.
Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku katakan:
إَنَّ أَبَا جَهْمٍ و مُعَاوِيَةَ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ (متفق عليه). وفى رواية لمسلم: وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ وهو تفسير لرواية: فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ. وقيل معناه كثير الأسفار
Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku maka bagaimana? Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Adapun Mu’awiyah, dia itu miskin tak berharta. Sedangkan Abul Jahm adlh orang yg tak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya. (Muttafaq ‘alaih). Dalam riwayat Muslim diriwayatkan, Adapun Abul Jahm adlh lelaki yg sering memukuli isteri. Ini merupakan penafsiran dari ungkapan, tak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya. Dan ada pula yg mengatakan bahwa maksud ungkapan itu adalah: orang yg banyak bepergian.
Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
خرجنا مع رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم في سفر أصاب الناس فيه شدة فقال عبد اللَّه بن أبي: لا تنفقوا على من عند رَسُول اللَّهِ حتى ينفضوا، وقال: لئن رجعنا إلى المدينة ليخرجن الأعز منها الأذل، فأتيت رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فأخبرته بذلك، فأرسل إلى عبد اللَّه بن أبي فاجتهد يمينه ما فعل، فقالوا: كذب زيد رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم، فوقع في نفسي مما قالوه شدة حتى أنزل اللَّه تعالى تصديقي (إذا جاءك المنافقون) المنافقين 1 (ثم دعاهم النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ليستغفر لهم فلووا رؤوسهم (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Kami pernah berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh suatu perjalanan. Pada saat itu orang-orang mengalami kondisi yg menyulitkan, maka Abdullah bin Ubay berkata: Janganlah kalian berinfak membantu orang-orang yg ada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai mereka mau bubar. Dia jg mengatakan, Seandainya kita pulang ke Madinah, maka orang-orang yg kuat akan mengusir yg lemah. Maka aku pun menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kukabarkan hal itu kepada beliau. Kemudian beliau pun mengutus orang untk menanyakan hal itu kepada Abdullah bin Ubay. Maka dia justru berani bersumpah dgn serius kalau dia tak pernah mengatakannya, maka mereka pun mengatakan, Zaid telah berdusta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ucapan mereka itu membuatku diriku susah dan tersakiti sampai akhirnya Allah menurunkan firman-Nya untk membuktikan kejujuranku, Apabila orang-orang munafiq datang kepadamu. (QS. Al-Munafiquun: 1) Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil mereka supaya meminta beliau berdoa memintakan ampun bagi mereka akan tetapi mereka justru memalingkan kepala-kepala mereka. (Muttaafaq ‘alaih)
HUKUM GOSIP (GHIBAH) ADA TIGA: HARAM, WAJIB, BOLEH
Dari sejumlah dalil Quran dan hadits di atas, maka ulama mengambil kesimpulan bahwa hukum ghibah / gosip itu terbagi tiga yaitu haram, wajib dan halal (boleh).
HARAM
Hukum asal gosip adlh haram. Gosip yg haram adlh ketika anda membicarakan aib sesama muslim yg dirahasiakan. Baik aib itu terkait dgn bentuk fisik / perilaku; terkait dgn agama / duniawi. Hukum haram ni tersurat secara tegas dlm Al-Quran, hadits seperti disebut di atas dan ijmak ulama sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurtubi dlm Tafsir Al-Qurtubi 16/436. Yang menjadi perselisihan ulama hanyalah apakah gosip termasuk dosa besar / kecil. Mayoritas ulama menganggapnya sebagai dosa besar. Menurut Ibnu Hajar Al-Haitami ghibah dan namimah (adu domba) termasuk dosa besar.
Imam Nawawi dlm kitab Al-Adzkar berkata: Ghibah itu haram tak hanya bagi pembawa gosip tapi jg bagi pendengar yg mendengar dan mengakui. Maka wajib bagi siapa saja yg mendengar orang memulai berghibah untk berusaha menghentikannya apabila ia tak kuatir pd potensi ancaman. Apabila takut maka ia wajib mengingkari dgn hatinya dan keluar dari majelis pertemuan kalau memungkinkan. Apabila mampu mengingkari dgn lisan / dgn mengalihkan pembicaraan maka hal itu wajib dilakukan. Apabila tak dilakukan, maka ia berdosa.
WAJIB
Ghibah / membicarakan / menyebut aib orang lain adakalanya wajib. Hal itu terjadi dlm situasi di mana ia dpt menyelamatkan seseorang dari bencana / potensi terjadinya sesuatu yg kurang baik. Misalnya, ada seorang pria / wanita yg ingin menikah. Dia meminta nasihat tentang calon pasangannya. Maka, si pemberi nasihat wajib memberi tahu keburukan / aib calon pasangannya sesuai dgn fakta yg diketahui pemberi nasihat. Atau seperti si A memberitahu pd si B bahwa si C berencana untk mencuri hartanya / membunuhnya / mencelakakan istrinya, dlsb. Ini termasuk dlm kategori memberi nasihat. Dan hukumnya wajib seperti disebut dlm hadits di atas tentang 6 hak muslim atas muslim yg lain.
BOLEH
Imam Nawawi dlm Riyadus Shalihin 2/182 membagi gosip / ghibah yg dibolehkan menjadi enam sebagai berikut:
الأول: التظلم، فيجوز للمظلوم أن يتظلم إلى السلطان والقاضي وغيرهما مما له ولاية أو قدرة على إنصافه من ظالمه، فيقول: ظلمني فلان كذا. الثاني: الاستعانة على تغيير المنكر ورد المعاصي إلى الصواب، فيقول لمن يرجو قدرته على إزالة المنكر: فلان يعمل كذا، فازجره عنه. الثالث: الاستفتاء، فيقول: للمفتي: ظلمني أبي، أو أخي، أو زوجي، أو فلان بكذا. الرابع: تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم. الخامس: أن يكون مجاهرًا بفسقه أو بدعته، كالمجاهر بشرب الخمر ومصادرة الناس وأخذ المكس وغيرها. لسادس: التعريف، فإذا كان الإنسان معروفًا بلقب الأعمش، والأعرج والأصم، والأعمى والأحول، وغيرهم جاز تعريفهم بذلك.
Pertama, At-Tazhallum. Orang yg terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang terhadap dirinya. Tentunya hanya bersifat pengaduan kepada orang yg memiliki qudrah (kapasitas) untk melenyapkan kezaliman.
Kedua, isti’ānah (meminta pertolongan) untk merubah / menghilangkan kemunkaran. Seperti mengatakan kepada orang yg diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: "Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia."
Ketiga, Al-Istifta' / meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): "Saya dizalimi oleh ayah / saudara, / suami."
Keempat, at-tahdzīr lil muslimīn (memperingatkan orang-orang Islam) dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pd mereka.
Kelima, orang yg menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dll.
Keenam, memberi julukan tertentu pd seseorang. Apabila seseorang dikenal dgn julukan.

Kategori dan bolehnya ghibah untk enam kasus di atas disetujui oleh Imam Qurtubi dan dianggap pendapat yg ijmak. Dalam Tafsir Al-Qurtubi 16/339 iya menyatakan
وكذلك قولك للقاضي تستعين به على أخذ حقك ممن ظلمك فتقول فلان ظلمني أو غصبني أو خانني أو ضربني أو قذفني أو أساء إلي، ليس بغيبة. وعلماء الأمة على ذلك مجمعة
Artinya: Begitu jg ucapan anda pd hakim meminta tolong untk mengambil hak anda yg diambil orang yg menzalimi lalu anda berkata pd hakim: Saya dizalimi / dikhianati / dighasab olehnya maka hal itu bukan ghibah. Ulama sepakat atas hal ini.
As-Shan'ani dlm Subulus Salam 4/188 menyatakan
والأكثر يقولون بأنه يجوز أن يقال للفاسق : يا فاسق , ويا مفسد , وكذا في غيبته بشرط قصد النصيحة له أو لغيره لبيان حاله أو للزجر عن صنيعه لا لقصد الوقيعة فيه فلا بد من قصد صحيح
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa boleh memanggil orang fasik (pendosa) dgn sebutan Wahai Orang Fasiq!, Hai Orang Rusak! Begitu jg boleh meggosipi mereka dgn syarat untk bermaksud menasihatinya / menasihati lainnya untk menjelaskan perilaku si fasiq / untk mencegah agar tak melakukannya. Bukan dgn tujuan terjatuh ke dalamnya. Maka (semua itu) harus timbul dari maksud yg baik.
Takhtimah
Kita yakin bahwa tiap insan pasti pernah terjerumus dlm perbuatan maksiat. Dan kemaksiatan yg paling mudah menjerumuskan tiap insan adlh maksiat mata dan maksiat lisan. Dan di antara kemaksiatan lisan adlh dusta dan ghibah. Padahal kedua kemaksiatan ni (ghibah dan dusta) adlh termasuk dlm kategori dosa-dosa besar. Dusta, adlh dosa besar yg paling besar, yg disejajarkan dgn syirik dan durhaka pd orang tua. Sementara ghibah Allah umpamakan seperti memakan bangkai saudara kita sendiri yg telah mati. Atau seperti orang yg melakukan riba yg paling berat dan berbahaya. Jadi betapa besarnya dosa kita jika tiap hari kita ‘mengkonsumsi’ dusta dan ghibah?
Oleh karena itulah, hendaknya kita memperbaharui taubat kita kepada Allah SWT serta berjanji untk tak terjerumus kembali pd ghibah & dusta, semampu kita. Apalagi jika kita merenungi bahwa salah satu sifat mukmin adlh sebagaimana yg digambarkan dlm hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ (رواه البخاري)
Dari Abdullah bin Amru RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang muslim adlh seseorang yg menjadikan muslim lainnya selamat (terjaga) dari lisan dan tangannya. Sedangkan muhajir adlh orang yg meninggalkan sesuatu yg dilarang Allah SWT. (HR. Bukhari).
‎Diantara wujud kesempurnaan agama Islam sebagai rahmatal lil’alamin, adlh Islam benar-benar agama yg dpt menjaga, memelihara dan menjunjung tinggi kehormatan, harga diri, harkat dan martabat manusia secara adil dan sempurna. Kehormatan dan harga diri merupakan perkara yg prinsipil bagi tiap manusia.
Setiap orang pasti berusaha untk menjaga dan mengangkat harkat dan martabatnya. Ia tak rela untk disingkap aib-aibnya / pun dibeberkan kejelekannya. Karena hal ni dpt menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya di hadapan orang lain.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ‎bersabda:
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِم حَرَامٌ دَمُهُ وَ عِرْضُهُ وَ مَالُهُ
Setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamakan darahnya, kehormatannya, dan jg hartanya. (H.R Muslim no. 2564)
Hadits di atas menjelaskan tentang eratnya hubungan persaudaraan dan kasih sayang sesama muslim. Bahwa tiap muslim diharamkan menumpahkan darah (membunuh) dan merampas harta saudaranya seiman. Demikian pula tiap muslim diharamkan melakukan perbuatan yg dpt menjatuhkan, meremehkan, / pun merusak kehormatan saudaranya seiman. Karena tak ada seorang pun yg sempurna dan ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi dan Rasul. Sebaliknya selain para Nabi dan Rasul termasuk kita tak lepas dari kekurangan dan kelemahan.
Suatu fenomena yg lumrah terjadi di masyarakat kita dan cenderung disepelekan, padahal akibatnya cukup besar dan membahayakan, yaitu ghibah (menggunjing). Karena dgn perbuatan ni akan tersingkap dan tersebar aib seseorang, yg akan menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya. ‎Ghibah adlh menyebutkan, membuka, dan membongkar aib saudaranya dgn maksud jelek. Karena perbuatan ghibah ni berkaitan erat dgn lisan yg mudah bergerak dan berbicara, maka hendaknya kita selalu memperhatikan apa yg kita ucapkan. Karena ghibah erat kaitannya dgn perbuatan lisan, sehingga sering terjadi dlm masyarakat dan terkadang di luar kesadaran. Apakah ni mengandung ghibah / bukan, jangan sampai tak terasa telah terjatuh dlm perbuatan ghibah. Bila kita bisa menjaga tangan dan lisan dari mengganggu / menyakiti orang lain, insyaallah kita akan menjadi muslim sejati dlm kehidupan bermasyarakat.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Seorang muslim sejati adlh bila kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya. (H.R. Muslim).
Waloo Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq

0 Response to "Penjelasan Tentang Ghibah (gosip)"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *