[Lowongan Dosen dan Pegawai] Perkawinan dalam Perspektif Islam

jogjacamps.blogspot.com - "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri... dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang..." (QS.30:21). Kutipan ayat di atas merupakan salah satu ayat yg menunjukkan bahwa Allah SWT sangat menganjurkan manusia untk menikah, karena dari pernikahan tersebut akan mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia.
Perkawinan dalam Perspektif Islam
Perkawinan dlm Perspektif Islam
Menurut ajaran Islam, perkawinan adlh sunah Allah SWT yg berlaku umum bagi semua makhluk-Nya. Al-Qur'an menyebutkan, "Dari segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah" (QS.51:49). Ayat lain jg mengatakan, "Maha Suci Tuhan yg telah menciptakan pasang-pasangan semuanya, baik dan apa yg ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yg tak mereka ketahui" (QS.36:36). Khusus untk manusia, Allah SWT menegaskan dlm firman-Nya,
"Hai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yg paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yg paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS.49:13).
Wahbah az-Zuhaili (guru besar ilmu fikih di Universitas Damascus, Suriah) dlm al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (Fikih Islam dgn Dalil-Dalil/Dasar Hukumnya) mengemukakan bahwa menurut hukum Islam, perkawinan / pernikahan adlh akad / perjanjian / ikatan yg menghalalkan seorang pria dan seorang wanita hidup bersama sebagai
suami istri. Al-Qur'an menyebutnya dgn istilah "misaqan galizan" (perjanjian yg kuat), "... Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yg kuat" (QS.4:21). Istilah itu digunakan jg dlm Kompilasi Hukum Islam yg disusun bagi umat Islam Indonesia dgn Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.
Akad / perjanjian antara kedua belah pihak itu diwujudkan dlm bentuk 'ijab' dan 'kabul'. Ijab adlh pernyataan kehendak yg diucapkan oleh wali calon mempelai wanita / wakilnya, sedangkan kabul adlh penerimaan sebagai persetujuan yg diucapkan oleh calon mempelai pria / wakilnya. Ijab kabul perkawinan hukumnya sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi yg memenuhi syarat.
ANJURAN UNTUK MENIKAH
Islam sangat menganjurkan pernikahan, karena dgn pernikahan manusia akan berkembang biak sehingga kehidupan umat manusia dpt dilestarikan. Tanpa pernikahar regenerasi akan terhenti, kehidupan manusia akan terputus, dunia pun akan sepi dan tak berarti. Karena itu Allah SWT mensyariatkan pernikahan bagi umat manusia. Firman Allah SWT, "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberi rezeki dari yg baik-baik..." (QS.16:72). Ayat tersebut jg menguatkan rangsangan bagi orang yg merasa masih belum sanggup menikah agar tak khawatir karena belum cukup biaya. Dengan pernikahan itu Allah SWT melapangkan rezeki yg baik dan halal untk hidup berumahtangga.
Para remaja yg sudah cukup umur dan dewasa tetapi masih membujang dianjurkan untk segera menikah, begitu pula dgn hamba sahaya yg dipandang sudah pantas. Mereka tak perlu khawatir mengalami kesulitan ekonomi, karena firman Allah SWT mengatakan,
'Dan kawinkanlah orang-orang yg sendirian di antara kamu, dan orang-orang yg layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yg lelaki dan hamba-hamba sahayamu yg perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dgn kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui" (QS.24:32).
Pernikahan akan memberikan kedamaian hidup, karena terdapat rasa cinta yg sejati dan kasih sayang yg mendalam di antara pasangan suami istri.
Dalam sebuah hadis dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda, "Dunia itu laksana perhiasan dan perhiasan yg terbaik adlh perempuan yg saleh" (HR. Muslim).
Dalam hadis dan Abi Umamah, Nabi SAW mengatakan,
"Bagi seorang mukmin, sesudah bertakwa kepada Allah, tak ada barang lain yg terbaik, selain istri yg saleh, yaitu: apabila diperintah taat, apabila dilihat menyenangkannya, apabila diberi janji diterimanya dan apabila ditinggal pergi dijaganya dirinya dan harta suaminya dgn baik" (HR. Ibnu Majah).
Orang yg melakukan perkawinan dipandang telah melakukan separuh dari agamanya. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa diberi rezeki oleh Allah seorang istri yg saleh, maka sesungguhnya telah ditolong separuh agamanya. Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah pd separuh lainnya" (HR. Tabrani dan Hakim).
TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN
Tujuan dasar dan pernikahan adlh untk mengembangbiakkan keturunan manusia secara sah. Firman Allah SWT mengatakan,
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yg telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yg banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yg dgn (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu" (QS.4:1).
Di lain tempat Allah SWT mengatakan,
"Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dan jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dan istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu dan rezeki yg baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yg batil dan mengingkari nikmat Allah' (QS. 16:72).
Kompilasi Hukum Islam merumuskan bahwa tujuan perkawinan adlh "untuk mewujudkan kehidupan rumahtangga yg sakinah, mawaddah, dan rahmah", yaitu rumahtangga yg tenteram, penuh kasih sayang, dan bahagia lahir dan batin. Rumusan itu sesuai dgn firman Allah SWT,
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pd yg demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yg berpikir" (QS.30:21).
Tujuan perkawinan tak hanya terbatas pd hal-hal yg bersifat biologis yg menghalalkan hubungan seksual antara kedua belah pihak, tetapi lebih luas, meliputi segala aspek kehidupan rumahtangga, baik lahiriah maupun batiniah.
Sejalan dgn tujuannya, perkawinan memiliki sejumlah hikmah / keuntungan bagi orang yg melakukannya. Sayid Sabiq, ulama fikih kontemporer (l. Istanha, Mesir, 1915) dlm bukunya Fiqh as-Sunnah (Fikih Berdasarkan Sunah Nabi) mengemukakan sebagai berikut:
1. Dapat menyalurkan naluri seksual dgn cara sah dan terpuji. Bagi manusia, naluri tersebut sangat kuat dan keras serta menuntut adanya penyaluran yg baik, jika tidak, dpt mengakibatkan kegoncangan dlm kehidupannya. Dengan perkawinan, kehidupan manusia menjadi segar dan tenteram serta terpelihara dan perbuatan yg keji dan rendah (QS.30:21).
2. Memelihara dan memperbanyak keturunan dgn terhormat, sehingga dpt menjaga kelestarian hidup umat manusia.
3. Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dlm kehidupan rumahtangga bersama anak-anak. Hubungan itu akan menumbuhkan rasa kasih sayang, sikap jujur, dan keterbukaan, serta saling menghargai satu sama lain sehingga akan meningkatkan kualitas seorang manusia.
4. Melahirkan organisasi dan pembagian tugas yg jelas dlm keluarga. Tugas intern pengaturan rumahtangga termasuk memelihara dan mendidik anak dilakukan oleh istri, sedangkan mencari nafkah dilakukan oleh suami. Cara tersebut akan menjamin tegaknya hak dan kewajiban masing-masing.
5. Memupuk rasa tanggung jawab yg satu terhadap yg lainnya dlm keluarga, sehingga akan meningkatkan sikap disiplin, rajin, kerja keras, dan meningkatkan produksi untk memperoleh penghasilan dan menambah kekayaan keluarga.
6. Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga, sehingga akan memupuk rasa sosial dan akan melahirkan masyarakat yg kuat dan bahagia.
7. Umur rata-rata orang yg menikah relatif lebih panjang dibanding umur rata-rata orang yg tak menikah.
KONSEKUENSI PERNIKAHAN
Pernikahan mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban secara timbal balik dan seimbang antara suami dan istri. Suami mempunyai sejumlah hak dari istrinya dan sekaligus mempunyai kewajiban yg harus ditunaikan terhadap istrinya. Sebaliknya, pihak istri mempunyai sejumlah hak dari suaminya dan sekaligus jg mempunyai kewajiban-kewajiban yg harus ditunaikan terhadap suaminya.
Kewajiban suami adlh memberikan nafkah, tempat tinggal, dan perlindungan kepada istrinya. Adapun kewajiban istri adlh mengurus dan mengatur rumahtangga, serta memelihara dan mendidik anak-anak dgn sebaik-baiknya.
Perkawinan menurut hukum Islam pd prinsipnya bersifat kekal / langgeng, sebab tak dibatasi oleh rentang waktu tertentu. Kelanggengan pernikahan itu dilambangkan dgn istilah "misaqan galizan" yg berarti perjanjian yg kuat, sebagaimana dikatakan dlm firman Allah SWT surah an-Nisa' (4) ayat 20.
Karena itu, hukum Islam tak merestui pernikahan mut'ah yg dibatasi waktunya dan bersifat sementara. Meskipun demikian jika hak dan kewajiban salah satu pihak / keduanya tak terpenuhi, maka perianjian itu dpt diakhiri dgn perceraian. Demikian pula jika perkawinan putus karena salah satu meninggal dunia, pasangannya yg masih hidup diperkenankan menikah dgn pasangan lain.

0 Response to "[Lowongan Dosen dan Pegawai] Perkawinan dalam Perspektif Islam "

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *